Menjadi Kehidupan yang Berguna
Manfaatkanlah waktu yang ada, karena Tuhan tidak mau seorangpun binasa (Yehezkiel 18:32), melainkan hidup. Namun demikian, jika Tuhan sudah berkemurahan atas hidup kita, jangan kehidupan ini menjadi kehidupan yang tidak berguna. Terlihat sepertinya keluar masuk gereja, tetapi jika ditilik, ternyata kehidupan itu tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna (Yehezkiel 15:1-8). Jangan sampai hidup ini tidak berguna, baik bagi sesama terlebih kepada Tuhan. Kehidupan yang tidak menghasilkan buah, bagaikan parasit. Mengapa? Karena setiap kali ibadah dan mendengar Firman Allah, tidak dimanfaatkan untuk dipraktekan. Kehidupan seperti ini nantinya akan dibuang, karena tidak berguna sama sekali. Perhatikanlah selalu persekutuan (ibadah), tidak hanya pada Kebaktian Minggu saja, tetapi juga Bible Study dan Kebaktian Penyembahan.
Jadilah seperti carang yang selalu melekat pada pokoknya, yang menghasilkan buah (Yohanes 15:1). Bahkan tidak hanya berbuah, tetapi berbuah banyak dan juga permanent. Jika bisa berbuah, itu baik. Merupakan suatu kemurahan Tuhan. Apalagi bisa berbuah banyak dan permanen. Jangan sekedar beribadah, keluar masuk gereja tanpa menghasilkan buah yang bisa dinikmati. Tanpa Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa dan hidup. Masing-masing pribadi harus menjalin persekutuan yang baik kepada Tuhan. Bagaikan pelita mas, di mana tiga disebelah kiri dan tiga sebelah kanan. (3 = tubuh, jiwa dan roh). Enam adalah angka manusia, yang harus selalu menempel / melekat kepada pokoknya.
Simpanlah Firman Allah dalam hati, sehingga berbuah banyak, jaga persekutuan terutama tinggal tetap dalam Tuhan, yaitu di dalam :
Firman-Nya (Yohanes 15:5-7).
Kasih-Nya (Yohanes 15:9-10).
Pengurapan Roh Kudus (I Yohanes 2:27-28).
Jadilah hidup kita berguna, baik bagi sesama, terlebih kepada Tuhan. Lebih baik anjing yang kecil tetapi setia kepada tuannya (berguna) dari pada singa yang kuat tetapi mati.
Yang diwujudkan baik dalam iman, harap dan kasih.
Dalam Matius 17:1-8, dari banyak murid Yesus, ternyata yang terpilih hanya 12 murid saja. Dan dari 12 murid ini pun yang dipilih hanya 3 yaitu Petrus, Yakobus, dan Yohanes, yang ikut naik ke atas gunung, dan bisa memandang dan menyaksikan Yesus dalam kemuliaan, dan mendengar suara dari Bapa sorgawi. Ini mewakili gereja yang memiliki iman (Petrus, dalam I dan II Petrus), harap (Yakobus, dalam Yakobus), dan kasih (Yohanes, dalam Yohanes, I, II, III Yohanes dan Wahyu).
Jumlah 3 orang ini, artinya adalah menunjuk seperempat dari total murid Yesus. Ini bagaikan menunjuk kepada benih yang ditabur, tetapi hanya seperempat yang tumbuh pada tempat yang terbaik. Tidak ada batu, duri, dan jalan yang keras.
Padahal mereka sama-sama, tetapi ketika di atas gunung hanya 3 murid ini saja yang mengalami keubahan dan kemuliaan. Keubahan dari tubuh jasmani ke tubuh kemuliaan. Ini bukan dongeng isapan jempol. Benar-benar nyata sebagaimana yang terlihat oleh ketiga murid. Gunung yang tinggi adalah menunjuk kepada Yerusalem baru (Wahyu 21:10). Untuk itu kita harus berjuang mencapai ke gunung yang tinggi tersebut.
Kesaksian mengenai kemuliaan ini akan menjadi kuat jika dilihat oleh 2 orang, apalagi 3. Bahkan bukan saja dari bumi sebagaimana dilihat oleh Yohanes, Yakobus dan Petrus tetapi juga dari sorga yaitu oleh Elia dan Musa. Sebagaimana penjelasan oleh Petrus di dalam II Petrus 1:16-18. Petrus mendengar suara Bapa Sorgawi dan dia juga melihat (menyaksikan) Yesus dalam tubuh kemuliaan di atas gunung yang kudus.
Padahal 12 murid ini sama-sama mendengar Firman Allah, tetapi mengapa hanya 3 saja yang dibedakan. Karena pada ketiga murid ini tidak ada batu (hawa nafsu daging dan kekerasan), duri (kekhawatiran), dan jalan (tidak ada ujung pangkalnya).
Semua orang boleh mengklaim sebagai anak Tuhan, pekerja (imam) Tuhan, bahkan Hamba Tuhan. Tetapi kenyataan hanya 3 orang murid ini yang dipilih oleh Yesus. Tuhan berke-murahan dan berbelaskasihan kepada siapa Dia berkemurahan dan berbelaskasihan, tidak bergantung kepada siapapun.
Ini adalah problem 9 murid yang tidak dibawa serta ke atas gunung :
Ketika menghadapi problem buah nikah, yang sakit ayan menunjuk kepada narkoba (panas-dingin). Dia tidak mampu menyembuhkan. Padahal saat ini banyak melanda pada kehidupan remaja dan anak-anak. Banyak orang tua tidak sanggup lagi menghadapi anak-anak dan putus asa. Kenapa dari 9 murid ini tidak ada yang mampu menyembuhkan? (Matius 17:16).
Orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak menyediakan waktu yang banyak untuk Tuhan. Ulangan 6:4-9, ajarlah berulang-ulang kepada anak-anak tentang kasih Allah. Akhirnya sembilan murid ini datang kepada Yesus. Kita harus berani mengakui, meskipun sudah menjadi Hamba Tuhan. Kadang Hamba Tuhan malu kepada jemaat untuk jujur kepada Tuhan. Karena pengakuan inilah Yesus tidak meninggalkan 9 murid walaupun mereka tidak melihat dan mendengar Yesus dalam tubuh kemuliaan, tetapi Tuhan tetap perhatikan. Kepada 9 murid, Yesus memberi solusi, yaitu pada ayat 20 yaitu :
1. Karena murid tidak percaya, hanya mendengar saja, tidak berakar, belum menjadi daging. Mulutnya bicara Firman Pengajaran, tetapi di dalamnya tidak ada. Padahal kalau ada iman sebesar sebiji sesawi saja, bisa memindahkan gunung (persoalan yang besar). Apalagi kalau iman yang bertambah-tambah.
2. Berdoa dan berpuasa (mematikan keinginan hawa nafsu daging).
Kesimpulannya, ada 3 golongan besar yang terjadi di bawah, yaitu :
1. Anak yang jadi sasaran dari setan (anak-anak).
2. Orang tua
3. Sembilan murid (Hamba-hamba Tuhan).
Ini terjadi di bawah, sedangkan yang di atas gunung tidak mengalami apa-apa.
Anak, ini memerlukan kasih. Kasih dari ayah dan ibu dan kasih dari Tuhan yang bisa menutup dosa. Orang tua, diajar untuk langsung berharap kepada Tuhan Yesus Kristus, bukah Hamba Tuhan. Dan 9 Murid, diajar untuk tidak kehilangan iman.